Pendidikan kesetaraan merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang memberikan layanan pendidikan Program Paket A setara SD, Program Paket B setara SMP dan Program Paket C setara SMA, dengan memberikan penekanan pada peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengembangan sikap kepribadian kepada peserta didik. Pendidikan kesetaraan diselenggarakan oleh pemerintah maupun masya- rakat melalui lembaga-lembaga seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), PKBM, Lembaga Pelatihan Kursus ( LPK), Organisasi Sosial ( Orsos), Organisasi Masyarakat (Ormas) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Pondok Pesantren. Bahkan, mulai tahun 2008 telah dibuka kesempatan lembaga kursus/pelatihan dapat turut serta menyelenggarakan pendidikan kesetaraan khususnya untuk percepatan peningkatan keterampilan peserta didik. Sesuai dengan kebijakan Menteri Pendidikan Nasional lulusan pendidikan kesetaraan mempunyai hak eligibilitas untuk meneruskan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, serta memiliki pengakuan yang sama ketika mereka memasuki dunia kerja (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2010).
Mengenal Apa Itu Pendidikan Kesetaraan
Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan yang dilakukan oleh masyarakat mempunyai dinamika dan kualitas yang beragam karena kemampuan peserta didik, lembaga penyelenggara serta kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap mutu lulusan pendidikan kesetaraan yang ada di daerah. Untuk mengurangi permasalahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan kesetaraan maka pemerintah menetap- kan standar kompetensi lulusan peserta didik, standar isi, proses dan sistem penilaian kepada peserta didik. Sebagai sebuah pendidikan alternatif, pendidikan
kesetaraan mempunyai sasaran peserta didik yang spesifik, yaitu anak usia sekolah maupun dewasa yang belum menyelesaikan pendidikan formal karena adanya lima hambatan, yaitu ekonomi, waktu, geografis, keyakinan, dan sosial/hukum. Hambatan ekonomi terjadi akibat kemiskinan di kalangan petani, nelayan, buruh, pekerja rumah tangga, tenaga kerja wanita, penduduk di daerah kumuh maupun penduduk miskin di daerah kota. Hambatan waktu karena pekerjaan mereka sebagai pengrajin, buruh, dan pekerja kasar lainnya. Hambatan geografis, seperti masyarakat suku terasing, etnik minoritas, masyarakat terisolir di kepulauan atau tengah hutan. Hambatan keyakinan, yaitu masyarakat pondok pesantren (salafiyah) yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal. Hambatan sosial/hukum seperti anak jalanan, anak lembaga pemasyarakatan, dan anak penyandang masalah sosial lainnya. Pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik tetap mengacu pada standar kompetensi lulusan serta peraturan lainnya dalam kerangka peningkatan mutu lulusan untuk mandiri, kreatif, dan profesional. Peserta didik pendidikan kesetaraan adalah anak usia sekolah dan dewasa yang belum mampu menyelesaikan SD, SMP, dan SM. Dilihat dari sisi peserta didik kesetaraan mempunyai dimensi yang luas, yaitu warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan karena keterbatasan yang dimiliki baik di bidang ekonomi, sosial, budaya atau karena kondisi geografis maka mereka berhak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu, pendidikan kesetaraan yang dapat dikatakan sebagai pendidikan alternatif mempunyai peranan yang strategis untuk mengatasi masalah pendidikan masyarakat yang belum beruntung karena kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakmampuan lainnya. Bila dilihat dari sisi latar belakang sosial ekonomi peserta didik kesetaraan adalah masyarakat kurang mampu dengan jenis profesi sebagai buruh, petani, nelayan, perambah hutan, masyarakat di daerah terpencil, dan lain
sebagainya. Namun, terdapat kelompok masyarakat kaya di perkotaan yang karena kurang bisa menerima sistem pendidikan persekolahan mereka mengadakan kegiatan pendidikan sekolah rumah (home schooling) yang hasil akhir ujiannya mengikuti pendidikan kesetaraan. Jadi, layanan pendidikan kesetaraan memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa mengenal suku, agama, ras, atau golongan dengan usia berapa pun selama masih mempunyai minat dan kemauan untuk terus belajar.
Tantangan pendidikan kesetaraan ke depan adalah semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan orientasi pendidikan di masyarakat, tuntutan kualitas penyelenggaraan dan membangun citra pendidikan kesetaraan sebagai pendidikan alternatif. Selain kondisi tersebut, jumlah pengangguran yang besar, kemiskinan masyarakat, masih rendahnya pendidikan penduduk, dan perlunya pengembangan keterampilan masyarakat menjadi fokus untuk layanan pendidikan kesetaraan di masa depan. Untuk menangkap kebutuhan masyarakat tersebut maka program pendidikan kesetaraan diarahkan untuk menuju pada tiga spektrum pendidikan, yaitu 1) akademik murni, 2) vokasi terintegrasi dan 3) vokasi murni. Dengan ketiga spektrum ini diharapkan kebutuhan peserta didik untuk membekali dirinya dengan pendidikan dan keterampilan tercapai dan pada akhirnya masyarakat yang berpendidikan dapat terwujud (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2010).